Jumat, 26 Desember 2014

Tulisan 3 Ilmu Sosial Dasar

II.     Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia dari Masa Sesudah Kemerdekaan – Reformasi

Setelah kemerdekaan, Indonesia bertekad untuk membangun hukum nasional yang  berdasarkan kepribadian bangsa melalui pembangunan hukum. Secara umum hukum Indonesia diarahkan ke bentuk hukum tertulis. Pada awal kemerdekaan dalam kondisi yang  belum stabil, masih belum dapat membuat peraturan untuk mengatur segala aspek kehidupan  bernegara. Untuk mencegah kekosongan hukum, hukum lama masih berlaku dengan dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 192 Konstitusi RIS (pada saat berlakunya Konstitusi RIS) dan Pasal 142 UUDS 1950 (ketika berlaku UUDS 1950). Sepanjang tahun 1945-1959 Indonesia menjalankan demokrasi liberal, sehingga hukum yang ada cenderung  bercorak responsif dengan ciri partisipatif, aspiratif dan limitatif. Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang- bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan  pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Pada masa Orde Lama Pemerintah (Presiden) melakukan penyimpangan- penyimpangan terhadap UUD 1945. Demokrasi yang berlaku adalah Demokrasi Terpimpin yang menyebabkan kepemimpinan yang otoriter. Akibatnya hukum yang terbentuk merupakan hukum yang konservatif (ortodok) yang merupakan kebalikan dari hukum responsif, karena memang pendapat Pemimpin lah yang termuat dalam produk hukum.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut adalah :
1. Kekuasaan Presiden dijalankan secara sewenang-wenang; hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden. 
2. MPRS menetapkan Oresiden menjadi Presiden seumur hidup; hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan Presiden. 
3. Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri; dengan demikian , MPR dan DPR berada di bawah Presiden. 
4. Pimpinan MA diberi status menteri; ini merupakan penyelewengan terhadap prinsip  bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka.
5. Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang-undang (yang harus dibuat bersama DPR); dengan demikian Presiden melampaui kewenangannya. 6. Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu Front  Nasional. 7. Presiden membubarkan DPR; padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membubarkan DPR Pada tahun 1966 merupakan titik akhir Orde lama dan dimulainya Orde Baru yang membawa semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun Soeharto sebagai penguasa Orde Baru juga cenderung otoriter. Hukum yang lahir kebanyakan hukum yang kurang/tidak responsif. Apalagi pada masa ini hukum “hanya” sebagai pendukung pembangunan ekonomi karena
 pembangunan dari PELITA I – PELITA VI dititik beratkan pada sektor ekonomi. Tetapi harus diakui peraturan perundangan yang dikeluarkan pada masa Orde Baru  banyak dan beragam.
Penyimpangan-penyimpangan pemerintah pada masa orde baru
1. Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter. 
2. Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden). 
3. Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis; pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga presiden terus menenrus dipilih kembali. 
4. Terjadi monopoli penafsiran Pancasila; Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan  pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya. 
5. Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul dan  berpendapat. 6. Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka. 
7. Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas. 
8. Terjadi Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi.

Setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang bermaksud membangun kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembenahan sistem hukum termasuk agenda penting reformasi. Langkah awal yang dilakukan yaitu melakukan amandemen atau perubahan terhadap UUD 1945, karena UUD merupakan hukum dasar yang menjadi acuan dalam kehidupan bernegara di segala  bidang. Setelah itu diadakan pembenahan dalam pembuatan peraturan perundangan, baik yang mengatur bidang baru maupun perubahan/penggantian peraturan lama untuk disesuaikan dengan tujuan reformasi.

Pemerintah dalam Implementasi Hukum pada Masing-masing Periode

Berbicara bagaimana peranan Pemerintah dalam implementasi hukum di Indonesia terkait dengan politik hukum yang dijalankan Pemerintah, karena politik hukum itu menentukan produk hukum yang dibuat dan implementasinya. Pada masa Penjajahan Belanda, politik hukumnya tertuang dalam Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) yang mengatur hukum mana yang berlaku untuk tiap-tiap golongan penduduk. Adapun mengenai  penggolongan penduduk terdapat pada Pasal 163 IS. Berdasarkan politik hukum itu, di Indonesia masih terjadi pluralisme hukum. Setelah Indonesia merdeka, untuk mencegah kekosongan hukum dipakailah Aturan  peralihan seperti yang terdapat pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 192 Konstitusi RIS dan Pasal 142 UUDS 1950. Hukum tidak terlalu berkembang pada masa awal kemerdekaan, akan tetapi implementasinya relatif baik yang ditandai lembaga peradilan yang mandiri. Hal ini merupakan efek dari berlakunya demokrasi liberal yang memberi kebebasan kepada warga untuk berpendapat. Sebaliknya pada masa Orde lama, peran pemimpin (Presiden) sangat dominan yang menyebabkan implementasi hukum mendapat campur tangan dari Presiden. Akibatnya lembaga peradilan menjadi tidak bebas. Ketika Orde Baru berkuasa, politik hukum yang dijalankan Pemerintah yaitu hukum diarahkan untuk melegitimasi kekuasaan Pemerintah, sebagai sarana untuk mendukung sektor

ekonomi dan sebagai sarana untuk memfasilitasi proses rekayasa sosial. Hal ini dikarenakan Pemerintah Orde Baru lebih mengutamakan bidang ekonomi dalam pembangunan. Perubahan terjadi ketika memasuki era reformasi yang menghendaki penataan kehidupan masyarakat di segala bidang. Semangat kebebasan dan keterbukaan (transparansi) menciptakan kondisi terkontrolnya langkah Pemerintah untuk mendukung agenda reformasi termasuk bidang hukum. Langkah-langkah yang diambil antara lain pembenahan peraturan perundangan, memberi keleluasaan kepada lembaga peradilan dalam menjalankan tugasnya serta memberi suasana kondusif dalam rangka mengembangkan sistem kontrol masyarakat untuk mendukung penegakan hukum.


Tulisan 2 ILMU SOSIAL DASAR

Macam-macam Bentuk Kekeluargaan
Keluarga dibagi menjadi beberapa bentuk berdasarkan garis keturunan, jenis perkawinan, pemukiman, jenis anggota keluarga dan kekuasaan.

Berdasarkan Garis Keturunan
Patrilinear adalah keturunan sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa ganerasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

Berdasarkan Jenis Perkawinan
Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan seorang istri.Poligami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih dari satu istri.

Berdasarkan Pemukiman
Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga sedarah suami.Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga satu istri
Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri.

Berdasarkan Jenis Anggota Keluarga
Bentuk Keluarga menurut Goldenberg (1980) :
Pada dasarnya ada berbagai macam bentuk keluarga. Menurut pendapat Goldenberg (1980) ada sembilan macam bentuk keluarga, antara lain :
a.    Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak kandung.

b.    Keluarga besar (extended family)Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak kandung, juga sanak saudara
lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri.

c.    Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri.

d.    Keluarga menurut hukum umum (common law family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.